BATAM,EXPOSEPERISTIWA - Sebuah Kapal Motor (KM) dengan nomor lambung KM. M. AGUNG JAYA. 02 (GT. 31) teridentifikasi membawa muatan ribuan tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg bersubsidi dalam jumlah masif di wilayah perairan Batam. Temuan ini memicu dugaan kuat adanya penyelewengan distribusi gas subsidi dari Batam untuk dijual di pulau-pulau lain di Kepulauan Riau (Kepri) dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (DPD LPRI) Kepulauan Riau, Leo Nazara, angkat bicara mengenai insiden ini, menekankan bahwa praktik pengangkutan tersebut tidak hanya melanggar ketentuan niaga, tetapi juga mengabaikan standar keselamatan pelayaran.
*Pelanggaran Teknis dan Regulasi Fatal*
Menurut Leo Nazara, volume dan cara pengangkutan gas LPG 3 kg yang terlihat dalam foto kapal tersebut adalah pelanggaran yang sangat serius dari berbagai sisi regulasi.
"Jelas sekali, ini bukan lagi distribusi normal. Tabung LPG 3 kg adalah barang bersubsidi yang peruntukannya spesifik untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro. Pengiriman barang ini dalam volume ribuan dan diangkut dengan kapal niaga (GT 31) dan di duga di luar rantai distribusi resmi Pertamina sudah masuk kategori penyelewengan subsidi," tegas Leo Nazara.
Leo Nazara secara khusus menyoroti aspek teknis pengangkutan antar pulau yang melanggar standar keamanan:
Status Barang Berbahaya (Dangerous Goods): "LPG adalah bahan berbahaya Kelas 2. Pengangkutannya harus mematuhi kode IMDG (International Maritime Dangerous Goods). Foto menunjukkan tabung ditumpuk tidak beraturan, bahkan terlihat kotor dan tidak terikat aman (unsecured stowage). Ini sangat berbahaya! Hanya satu benturan atau kebocoran kecil saat kapal berlayar dapat memicu ledakan besar yang membahayakan nyawa kru dan kapal itu sendiri," paparnya.
Izin Muatan Kapal: "Kapal niaga seperti KM. M. AGUNG JAYA. 02, apalagi dengan muatan sebesar ini, wajib memiliki sertifikat kelaiklautan dan izin pengangkutan bahan berbahaya (Manifest). Kami yakin muatan subsidi ilegal ini tidak tercantum dalam dokumen resmi kapal," kata Leo Nazara.
Pola Distribusi Ilegal: "Batam sering menjadi titik transit atau penampungan LPG 3 kg sebelum diselundupkan ke pulau-pulau kecil atau bahkan ke negara tetangga, di mana disparitas harganya sangat tinggi. Praktik ini menyebabkan kelangkaan parah di tingkat masyarakat yang benar-benar berhak menerima subsidi di Batam dan sekitarnya."
Leo Nazara mendesak aparat penegak hukum di Kepri untuk menindak tegas pemilik dan pelaku di balik pengangkutan ilegal ini.
"Para pelaku harus dijerat dengan pasal berlapis, terutama Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Ancaman pidana dan denda yang berat harus diterapkan untuk memberikan efek jera, sekaligus membongkar jaringan penyelewengan LPG subsidi yang merugikan negara dan rakyat miskin," tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak berwenang belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait status penahanan kapal dan penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan gas bersubsidi yang bersumber dari Batam ini.( TIM )